Banyuwangi - Dam Karangdoro di Banyuwangi tidak hanya menjadi pusat vital dalam sistem pengairan wilayah, tetapi juga menjadi bagian penting dari sejarah dan budaya lokal. Dibangun pada tahun 1921 oleh insinyur pribumi, Ir. Sutejo, proyek pembangunan Dam Karangdoro melibatkan partisipasi aktif masyarakat setempat. Pembangunan ini bukanlah tanpa rintangan. Pada tahun 1929, bencana banjir besar menghancurkan sebagian besar dam yang telah dibangun. Namun, berkat semangat gotong royong masyarakat Banyuwangi, dam ini berhasil dibangun kembali dan diresmikan pada tahun 1942. Kisah pembangunan Dam Karangdoro mencerminkan semangat kebersamaan masyarakat dalam menghadapi tantangan.
Ketua Hippa DI Baru, Kusdi, menuturkan bahwa Dam Karangdoro menjadi saksi dari semangat gotong royong dan kekuatan komunitas lokal. Nama "Karangdoro" sendiri memiliki arti simbolis yang mencerminkan sejarahnya. "Karang" yang berarti rancangan dan "Doro" yang merujuk pada Belanda, menunjukkan bahwa bendungan ini dirancang di bawah kekuasaan kolonial Belanda. Meski demikian, keterlibatan masyarakat setempat dalam proses pembangunannya menegaskan bahwa Dam Karangdoro adalah milik dan warisan rakyat Banyuwangi.
Keberadaan Dam Karangdoro tidak hanya penting untuk sejarah, tetapi juga bagi sektor pertanian yang sangat bergantung pada pasokan air dari dam ini. Menurut data dari Dinas PU Pengairan Banyuwangi, daerah tangkapan air Dam Karangdoro berasal dari lereng Gunung Raung dan Gunung Gumitir, yang kemudian mengalir ke ribuan hektar sawah di wilayah Pesanggaran, Bangorejo, dan Cluring. Total area sawah yang dialiri oleh dam ini mencapai 16.165 hektar, dengan Pesanggaran bertanggung jawab atas 4.381 hektar, Bangorejo mengelola 5.981 hektar, dan Cluring 5.803 hektar.
Selain menjadi infrastruktur pertanian yang vital, Dam Karangdoro juga menjadi bagian dari warisan budaya Banyuwangi melalui ritual tahunan “Bubak Bumi”. Ritual ini telah dilaksanakan sejak tahun 1963 dan merupakan bentuk rasa syukur masyarakat, khususnya para petani, atas hasil panen mereka dan sebagai doa untuk kelancaran musim tanam berikutnya. “Ritual ini menjadi bukti hubungan harmonis antara masyarakat dengan alam,” kata Kusdi. Sementara itu, Riza Al Fahroby, Sekretaris Dinas PU Pengairan Banyuwangi, menyampaikan pentingnya melestarikan Dam Karangdoro sebagai bagian dari warisan budaya dan sejarah. "Dam ini adalah simbol keberlangsungan dan harapan bagi masyarakat Banyuwangi. Melestarikan sejarah dam ini sangat penting untuk masa depan yang lebih baik," ujarnya.